Jumat, 05 Juli 2013
Makalah Akhlak dan Keluarga
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan
oleh Allah SWT dengan segala sifat dan tingkah lakunya. Maka dari itu manusia
harulah selalu bersikap baik dalam kehidupannya. Namun banyak manusia yang hidup
di dunia ini justru selalu melakukan hal yang kurang terpuji bahkan menympang
atau melenceng dari aturan yang ada dari agama, hal ini terjadi salah satunya
dikarrenakan oleh faktor kurangnya akhlak yang dimiliki yang dapat disebabkan
dari adanya kesalahan menanamkan akhlak di dalam keluarga. Hal ini di
karenakan, karena di dalam keluarga merupkan hal terpenting yang mempengaruhi
tingkat atau pemahaman akhlak yang ada. Banyak keluarga yang ada tidak pernah
menanamkan akhlak yang baik dalam kehidupan. Mereka banyak yang kurang memahami
dan menyadari arti penting penanaman akhlak di dalam keluarga, hal inilah yang
biasanya menyebabkan perilaku negatif dari banyak oranng.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa arti dari kelurga ?
2.
Apa arti atau pengertian dari akhlak ?
3.
Bagaimana hubungan atau keterkaitan antara akhlak
dan juga keluarga ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui arti dari akhlak.
2.
Mengetahui arti atau pengertian dari akhlak.
3.
Mengetahui hubungan atau keterkaitan antara
akhlak dan juga kelurga.
D.
Manfaat
Penulisan
1.
Untuk memenuhi tugas Studi Islam 1.
2.
Melatih penulis dalam tata bahasa penulisan
3.
Menambah pengetahuan penulis tentang materi akhlak
dan kelurga.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah
laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan
suatu perbuatan yang
baik. Akhlak merupakan bentuk jamak
dari kata khuluk, berasal dari bahasa arabyang berarti perangai, tingkah laku,
atau tabiat.
2.
Pengertian
Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul
dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar
pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan
situasi tertentu.
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua , anak , dan karib kerabat. Kewajiban
orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan
ajaran-ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang
memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk
memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang . Sehingga anak akan tumbuh secara sabar , terdidik untuk berani
berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka memiliki harga diri , kehormatan dan kemuliaan.
Seorang
anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih berhak dari
segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan
hormati. Karena keduanya
memelihara, mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan
ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat,
berbahagia dunia dan akhirat.
3.
Akhlak dan
Keluarga
A.
BIRRUL WALIDAIN
Istilah Birrul Walidain berasal
langsung dari nabi Muhammad SAW. Amalan yang paling disukai oleh Allah SWT,
beliau menyebutkan :
·
Pertama, shalat tepat pada waktunya
·
Kedua, birrul walidain
·
Ketiga jihad fi sabilillah
Birrul walidain terdiri dari kata birru
dan al-walidain. Birru atau al-birru artinya kebajikan (ingat
penjelasn tenetng al-birru dalam
surat Al-Baqarah ayat 177). Al-walidain
artinya dua orang tua atau ibu bapak. Jadi biruul
walidain adalah berbuat kebajikan kepada kedua orang tua.
Semakna dengan Birrul walidain, Al-Qur’an Al-Karim
menggunakan istilah ihsan ( wa bi al-walidaini ihsana ), sepertyi
yang aterdapat anatara lain dalam surat Al-Isra ayat 23 :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka Perkataan yang mulia[850].
·
Kedudukan Birrul walidain
Birrul walidain memenpati kedudukan yang
istimewa dalam ajaran Islam. Ada beberapa alasan untuk membuktikan hal
tersebut, antara lain :
1.
Perintah ihsan oleh ibu bapak diletakan oleh Allah SWT di
dalam Al Qur’an langsung setelah perintah beribadah hanya kepada-Nya
semata-mata atau sesudah larangan mempersekutukan-Nya. Allah berfirman dalam al Qur'an surat Al Baqarah ayat 83 yang artinya :
“Dan (ingatlah),
ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah
selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada
manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi
janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”( QS. Al-Baqarah 2: 83 )
2.
Allah SWT mewasiatkan kepada
umat manusia untuk berbuat ihsan kepada ibu bapak.Allah berfirman yang artinya :
“Dan Kami wajibkan manusia
(berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu,
lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” ( QS. Al-Ankabut 29: 8 )
3.
Allah SWT meletakkan perintah berterima kasih kepada ibu
bapak langsung sesudah perintah berterima kasih kepada Allah SWT. Allah
berfirman dalam surat Al Lukman yang artinya :
“Dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu.”( QS. Luqman 31: 14)
4.
Rasulullah saw meletakan birrul
walidain sebagai amalan terbaik sesudah shalat pada waktunya.
5.
Rasulullah saw meletakan uququl
walidain ( durhaka kepada dua orang ibu bapak) sebagai dosa besar nomor dua
setelah syirik.
6.
Raslullah saw mengaitkan keridhaan dan kemarahan Allah SWT
dengan keridhaan dan kemarahan orang tua.
Demikianlah Allah dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang
sangat istimewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi yang
sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya juga menempati posisi yang
sangat hina.Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan
perjuangan seorang ibu daam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik
anaknya.Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut mengandung dan menyusui, tapi dia
berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan dan
mendidik, anaknya hingga mampu berdiri sendiri, bahkan sampai waktu yang tidak
terbatas.
Bentuk-bentuk Birrul
Walidain
1.
Mengikuti saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan,
baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh maupun masalah lainya. Tentu
dengan satu catatan penting: Selama
keinginan dan saran-saran itu sesuai dengan ajaran islam.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.”(
QS. Luqman 31: 15)
2.
Menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa
terimakasih dan rasa kasih sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak dapat
dinilai dengan apapun.
3.
Membantu ibu bapak secar fisik dan materiil. Misalnya sebelum
berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua ( terutama
Ibu ) mengerjakan pekerjaan rumah dan setelah berkeluarga atau berdiri sendiri
membantu orang tua secara finansial.
4.
Mendo’akan ibu bapak semoga diberi oleh Allah SWT keampunan,
rahmat, dan lain-lain.
5.
Setelah orang tua meninggal dunia, birrul walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain :
a)
Menyelenggarakan jenazhnya dengan sebaik-baiknya
b)
Melunasi hutang-hutannya
c)
Melaksanakan wasiatnya
d)
Meneruskan silaturahim yang dibinanya diwaktu hidup
e)
Memuliakan sahabat-sahabatnya
f)
Mendo’akanya
·
Uqulul Walidain
Uqulul Walidain artinya mendurhakai kedua
orang tua. Istilah inipun berasl langsung dari Rasulullah saw. Rasulullah saw
mengaitkan keridhaan Allah dengan keridhaan orang tua dan memasukanya kedalam
kelompok dosa-dosa besar, bahkan azabnya disegerakan didunia.hal itu mengingat
betapa istimewanya kedudukan orang tua dalam ajaran Islam.
Adapun bentuk durhakaan terhadap orang tua bermacam macam dan
bertingkat-tingkat, mulai dari pendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan
“ah” (uffin, berkata kasar,
menghardik, tidak menghiraukan panggilanya, tidak pamit, tidak patuh dan
bermacam-macam tindakan lain yang mengecewakan atau bahkan menyakitkan hati
orang tua. Di dalam surat Al-Isra’ ayat 23 diungkapkan oleh Allah dua contoh
pendurhakaan terhadap orang tua, yaitu mengucap kata uffin (semacam keluhan dan ungkapan kekesalan yang tidak mengandung
arti bahasa apapun) dan menghardik (lebih-lebih lagi bila kedua orangtua sudah
berusia lanjut).
B.
Hak, Kewajiban dan Kasih
Sayang Suami Isteri
Salah satu tujuan dari sebuah pernikahan yaitu untuk mencari sebuah
ketentraman atau sakinah.
“Dan diantaratanda-tanda kekuasaaan-Nya ialah dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu mendapat kehidupan yang tentram (sakinah),
dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa
kasih sayan.sesungguhnyapada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(QS,
Ar-Rum 30:21)
Dalam QS. Ar-Rum menjelaskan bahwa yang berperan membuat keluarga menjadi
sakinah adalah mawaddah dan rahmah, yang artinya kasih sayang. Mawaddah lahir
dari sesuatu yang bersifat jasmani sedangkan rahmah berasal dari sesuatu yang
bersifat rohani atau hubungan batin. Dalam interaksi yang terjadi antara suami
isteri, kedua faktor tersebut sangat berperan satu sama lain. Pada pasangan
muda yang berperan adalah mawaddah karena rasa cintayang muncul lebih banyak
disebabkan adanya faktor fisik yaitu kecantikan, keindahan, ketampanan.
Sedangkan pada pasangan tua yang mendominasi adalah rahmah yang timbul dari
rohani, karena kondisi fisik tidak dapat dipertahankan seperti waktu muda.
Sehingga pada kenyataannya kehidupan keluarga yang tentram tidak hanya
ditentukan oleh faktor mawaddah saja, melainkan juga faktor rahmah.
·
Empat kriteria memilih pasangan
hidup
Berkeluarga tidak hanya membetuhkan modal cinta saja melainkan
membutuhkan mawaddah dan rahmah, maka perlu berhati-hati dalam memilih
pasangan. Ikutilah bimbingan yang dicontohkan oleh Rasulullahsaw tentang kriteria memilih pasangan hidup. Dalam
hadits Rasulullah saw memberikan tuntunan:
“Seorang wanita dinikahi
berdasarkan empat pertimbangan: karena harta, keturunan, kecantikan dan
agamanya. Peganglahyang memiliki agama niscaya kedua tanganmu tidak akan terlepas.” (HR. Bukhari, Muslim,
dan Abu Daud)
Dimulai oleh Rasululloh saw dengan menyebutkan tiga kriteria yang
mengikuti kecenderungan atau naluri
manusia yaitu tentang kekayaan, kecantikan dan keturunan, kemudian diakhiri
dengan kriteria pokok yang tidak boleh ditawar-tawar yaitu agama. Buya Hamka
mengumpamakan kekayaan,kecantikan dan keturunan memiliki masing-masing nilai
nol, sedangkan agama memiliki nilai satu. Jadi berapapun banyaknya angka nol tidak akan berarti apa-apa tanpa
angka satu, sebaliknya meskipun tidak ada angka nol, angka satu akan tetap
memiliki nilai. Misalnya ada perempuan shalihah dan kaya nilainya 10, atau
perempuan shalihah, kaya dan keturunannya baik-baik nilainya 100. Apabila ada angka satu, maka angka nol
dibelakangnya akan memiliki nilai tetapi apabila sebanyak apapun angka nol
tanpa ada angka satu tidak akan berarti apa-apa.
Jika agama merupakan faktor yang terpenting, kenapa diletakan pada akhir
kriteria. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dikutip dari Dr. Mula Khatir
seorang ulama dari Suria mengatakan “apabila
yang dinilai pertama dariseorang
laki-laki adalah kualitas agama sang perempuan,
maka bila menemukan perempuan yang shalihah dia wajib menikahinya.tidak
boleh menolak dengan alasan tidak kaya, tidak cantik dan tidak baik
keturunannya, karena sudah melewati kriteria yang pertama yang menjadi haknya”. Ketetapan seseorang
terhadap agamanya merupakan faktor yang paling menentukan, hal ini berkaitan
hanya dengan Islam lah seseorang dapat mengerti bahwa pernikahan adalah ibadah
semta-mata untuk mencari ridho Allah
SWT, sekalipun ada hikmah yang lain yang dapat diambil.
·
Hak-hak Bersama Suami Isteri
Pada hubungan suami isteri
disamping hak masing-masing ada juga hak bersama yaitu hak tamattu’
badani, hak saling mewarisi, hak nasab anak dan hak mu’asyarah bi al- ma’ruf.
Hak-hak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Hak Tamattu’ Badani
Salah satu hikamah
perkawinwn adalah pasangan suami isteri
satu sama lain dapat menikmati hubungan seksual yang halal, bahkan berpahala. Islam mengakui bakwa setiap
manusia normal membutuhkan penyaluran nafsu tersebut tetapijuga tidak
mmbiarkanya lepas tanpa kendali. Islam mengaturnya secara halaldan baik melalui ikatan perkawinan.
Karena sifatnya hak bersama maupun kewajiban bersama. Artinya hubungan seksual
tidak hanya kewajiban suami kepada istri melainkan juga sebaliknya. Suami tidak
boleh mengabaikan kewajiban ini sebagaimana isteri tidak boleh menolak
keinginan suami.
2.
Hak Saling Mewarisi
Hubungan saling
mewarisiterjadi karena dua sebab yaitu hubungan darah dan hubungan perkawinan.
Dalam hubungan perkawinan yang mendapat
warisan hanyalah pasangan suami isteri, suami mewarisi isteri dan isteri mewarisi suami. Pada surat
An-Nisa ayat 12 dijelaskan bahwa suami dapat ½ dari harta warisan bila isteri
tidak memiliki anak, dan ¼ bila isteri punya anak. Sebaliknya isteri mendapat ¼
bilatidak memiliki anak, dan 1/8 bila suami memiliki anak. Hubungan saling
mewarisi hanya berlaku bagi perkawinan yang sahmenurut syari’at Islam dan
sesama muslim.
3.
Hak Nazab Anak
Anak yang dilahirkan dalam
hubunga perkawinan adalah anak berdua, walaupun
secara normal Islam mengajarkan supaya anak dinis bahkan kepada
bapaknya. Apapun yang terjadi kemudian
anak tersebut tetap merupakan anakberdua.masing-masing tidak dapat mengklaim
lebih berhak terhadap anak tersebut,
walaupun pengadilan dapat memilih dengan siapa anak tersebut tinggal.
Penisbahan seorang anak.
4.
Hak Mu’asyarah bi al-ma’ruf
Pada hubungan suami isteri sudah jelas, bahwa pernikahan
dilakukan untuk saling menyayangi, mengasihi dan membahagiakan satu sama lain.
Selain itu pernikahan diharap dapat
saling melengkapi satu sama lain, sehingga tercapai kehidupan yang harmonis.
·
Kewajiban Suami Kepada
Isteri
Hak isteri atau kewajiban suamai kepada isteri ada empat, yaitu: membayar
mahar, memberikan nafkah, menggauli isteri dengan sebaik-baiknya(ihsan
al-asyarah), membimbing dan membina keagamaan isteri.
1.
Mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari suami untuk isteri. Suami
tidak boleh memanfaatkannya kecuali seizing dan serela istri terdapat dalam
(QS. An-Nisa 4:20-21). Jumlah minimal dan maksimal mahar tidak ditentukan oleh syara
2.
Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan isteri berupa
makanan, minuman, pakaian, rumah, obat-obatan dan lain-lain. Hukumnya wajib
berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma. Berapa jumlah nafkah yang wajib
dibayar suami ditentukan oleh urf (sesuatu yang sudah dikenal secara luas oleh
masyarakat), maksudnya disesuaikan dengan kewajaran, kelaziman dan kemampuan
suami. Suamipun tidak boleh kikir, mampu tapi tidak mau mencukupi kebutuhan
isteri atau keluarganya.
3.
Ihsan al-Asyarah
Ihsan al-Asyarah artinya bergaul dengan isteri dengan cara
yang sebaik-baiknya. Teknisnya terserah pada kiat masing-masing suami. Misalnya
membuat isteri gembira, tidak mencurigai isteri, menjaga rasa malu isteri,
tidak membuka rahasia isteri pada orang lain, mengijinkannya mengunjungi orang
tua, membantu isteri apabila ia memerlukan bantuan sekalipun dalam tugas-tugas
rumah tangga, menghormati harta miliknyapribadi dll.
4.
Membimbing dan mendidik keagamaan isteri
Seorang suami adalah seorang pemimpin, yang bertanggung jawab
untuk mengajar dan mendidik isterinya supaya menjadi seorang imrah shalihah.
Suami harus mengajarkan hal-hal yang harus diketahui oleh seorang wanita
tentang masalah agamanya terutama syariah, seperti maslah thaharah, wudhu,
haid, nifas, shalat, puasa, dzikir, kewajiban wanita terhadap suami, anak-anak,
orang tua, tetangga, kerabat, dll.
·
Kewajiban Isteri kepada
suami
Hak suami atau kewajiban
isteri kepada suami hanay dua yaitu : patuh pada suami, bergaul dengan suami
dengan sebaik-baiknya
1.
Patuh pada suami
Seorang isteri wajib mematuhi suaminya selama tidak dibawa
kelembah kemaksiatan. Taat dan patuh kepada suami tidaklah bersifat mutlak,
harus selalu dikaitkan dengan ma’ruf, artinya selama tidak membawa kepada
kemaksiatan. Suami mendapatkan hak istimewa untuk dipatuhi isteri mengingat
posisinya sebagai pemimpin dan kepada keluarg yang berkewajiban menafkahi
keluarganya.
2.
Ihsan al-Asyarah
Ihsan al-Asyarah isteri terhadap suami antara lain dalam
bentuk menerima pemberian suami, lahir dan batin dengan rasa puas dan terima
kasih, serta tidak menuntut hal-hal yang tidak mungkin, meladeni suami dengan
sebaik-baiknya (makan, minum, pakaian,dsb), memberikan perhatian pada suami
sampai pada hal-hal yang kecil-kecil, menjaga penampila supaya selalu rapid an
menarik, dsb.
C.
KASIH SAYANG DAN TANGGUNG
JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK
Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan orang tua kepada
Allah SWT. Anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih sayangnnya. Dan anak
juga merupakan investasi masa depan untuk kepentingan orang tua di akherat
kelak. Oleh sebab itu orang tua harus memelihara, membesarkan, merawat,
menyantuni, dan mendidik anak-anaknnya dengan penuh tanggung jawab dan kasih
sayang.
Dengan pengertian diatas hubungan orang tua dengan anak dapat dari tiga
segi :
1.
Hubungan Tanggung Jawab
Anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT kepada
orang tua untuk dapat dibesarkan, dipelihara, dirawat, dan dididik dengan
sebaik-baiknnya. Dengan ungkapan lain orang tua adalah pemimpin yang bertugas
memeimpin anak-anaknnya dalam kehidupan di dunia ini. Karena kepemimpinan itu
harus dipertanggungjawabkan nanti dihadapan Allah.
2.
Hubungan Kasih Sayang
Anak adalah tempat orang tua dapat mencurahkan segala kasih
sayangnnya. Setia manusia yang normal, pasti selalu menantikan kehadiran
anak-anaknnya dirumah. Karena bagi orang tua, anak adalah harta benda yang tak
ternilai hargannya.
3.
Hubungan Masa Depan
Anak adalah investasi masa depan diakherat bagi orang tua.
Karena anal saleh akan selalu mengalirkan pahala kepada kedua orang tuanya.
Dengan tiga alasan diatas maka seorang
Muslim didorong untuk dapat berfungsi sebagai orang tua dengan sebaik-baiknya.
Apalagi kalau dia pikirkan betapa pentingnya pembinaan dan pendidikan anak-anak
untuk menjaga eksistensi dan kualitas umat manusia pada umumnnya dan Islam
khususnya pada masa yang akan datang.
·
Empat Tipologi Anak
1.
Anak sebagai Perhiasan Hidup Anak
Sepasang suami istri merasa
rumah tangganya belum lengkap kalau belum dapat anak. Ibarat perhiasan,
anak-anak berfungsi memperindah sebuah rumah tangga. Tapi hanya orang tua yang
memfungsikan anak sebagai perhiasan dan pendidikannya akhirnya menjadi anak
tidak tidak lebih dari sebuah “pajangan” yang secara fisik dapat dibanggakan,
baik kualitas iman, ilmu, maupun amalnya.
2.
Anak sebagai Ujian
Orang tua di uji kehadiran
anaknnya oleh Allah SWT. Apakah orang tua dapat melalaikan ibadah kepada Allah
ataukah mereka mampu melaksanakan tugasnya sebagai orang tua yang baik untuk anak-anak mereka.
Tugas orang tua yakni mendidik, dan membina anak-anaknya menjadi anak yang
saleh.
Dalam fitnah juga anak dapat
menyengsarakan dan mencemarkan nama baik orang tuanya. Pertanyaan yang sering
kita dengar dari setiap orang yang kagum dengan kebaikan seorang anak atau yang
heran dan jengkel dengan keburukannya adalah “Anak siapa itu”. Jika orang
tuanya memiliki “reputasi” yang sama dengan anaknya, orang akan mengomentari
“pantas”. Sebaliknnya jika orang tuanya “orang baik”, komentar orang akan
berbunyi “heran”.
3.
Anak sebagai Musuh
Anak juga dapat sebagai
musuh bagi orang tuanya apabila dia sangat mengecewakan orang tuanya. Musuh
bisa berarti secara fisik dan juga dari segi ide, pikiran, cita-cita, dan
aktivitas. Bila orang tuanya malakukan amar ma’ruf nahi munkar, sang anak
justru melakukan amar munkar nahi ma’ruf maka pada saat itu anak sudah berada
pada posisi musuh.
D.
SILATURRAHIM DENGAN KERABAT
Istilah
silaturrahim (shilatu ar-rahim)
terdiri dari dua kata: Shillah
(hubungan, sambungan) dan rahim
(peranakan). Istilah ini adalah sebuah simbol dari hubungan baik penuh kasih
sayang antara sesama karib kerabat yang asal usulnya berasal dari satu rahim.
Rahim yang dimaksud disini adalah qarabah
atau nasab yang disatukan oleh rahim ibu. Hubungan antara satu sama lain diikat
dengan hubungan rahim. Dalam bahasa Indonesia sehari-hari juga dikenal istilah
silaturrahmi dengan pengertian yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada
hubungan kasih sayang antara sesama karib kerabat, tetapi juga mencangkup
masyarakat yang lebih luas.
Keluarga
dalam konsep Islam bukanlah keluarga kecil seperti konsep Barat (nuclear family) yang hanya terdiri dari
bapak, ibu, dan anak, tetapi keluarga besar ;melebar ke atas, ke bawah dan ke
samping. Di samping anggota inti keluarga(bapak, ibu, dan anak) juga mencakup
kakek, nenek, cucu, kakak, adik, paman, bibi, keponakan, sepupu, dan lain
seterusnya. Hubungan kasih sayang harus dijaga dan dibina sebaik-baiknya dengan
seluruh anggota keluarga besar itu. Allah SWT berfirman:
“...Dan
bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu,” (QS. An-Nisa 4:1)
·
Bentuk-bentuk
Silaturrahim
Silaturrahim
secara kongkrit dapat diwujudkan dalam bentuk antara lain:
1.
Berbuat baik (ihsan)
terutama dengan memberikan bantuan materiil untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Allah SWT meletakkan ihsan kepada dzawi
al-qurba nomor dua setelah ihsan kepada ibu bapak. Dzawi al-qurba harus diprioritaskan untuk dibantu, dibanding dengan
pihak-pihak lain(yatim,miskin,ibnu sabil,dll.), lebih-lebih lagi bila karib
kerabat itu juga miskin atau yatim. Jangan sampai terjadi, seseorang bersikap
pemurah kepada orang lain tetapi kikir kepada karib kerabatnya sendiri.
2.
Membagi sebagian dari harta warisan kepada karib
kerabat yang hadir waktu pembagian, tetapi tidk mendapat bagian karena
terhalang oleh ahli waris yang lebih berhak (mahjub). Misalnya, paman tidak
mendapat warisan karena ada anak laki-laki. Kalau waktu pembagian warisan paman
hadir, maka dianjurkan untuk memberikan sekedarnya dari harta warisan itu. Ini
tentu dimaksudkan untuk menjaga atau mempererat hubungan persaudaraan antara
sesama karib kerabat.
3.
Memelihara dan meningkatkan rasa kasih sayang
sesama kerabat dengan sikap saling kenal-mengenal, hormat-menghormati, bertukar
salam, kunjung-mengunjungi, surat-menyurat, bertukar hadiah, jenguk-menjenguk,
bantu-membantu dan bekerja sama menyelenggarakan walimahan dan lain-lain yang
mungkin dilakukan untuk meningkatkan persaudaraan. Rasulullah saw bahkan pernah
memerintahkan kepada para sahabat untuk mengetahui silsilah (garis keturunan)
untuk silaturrahim.
·
Manfaat
Silaturrahim
Di samping
meningkatkan hubungan persaudaraan antara sesama karib kerabat, silaturrahim
juga memberi manfaat lain yang besar baik di dunia maupun di akhirat. Antara
lain:
1.
Mendapatkan rahmat, nikmat, dan ihsan dari Allah
SWT
Menurut para
ulama, hakikat dari silaturrahim adalah al-‘athfu wa ar-rahmah(lemah lembut dan
kasih sayang). Dan shi-latullah dengan hamba-hamba-Nya berati ‘athfu dan rahmah
Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dengan demikian orang-orang yang melakukan
silaturrahim akan mendapatkan rahmat, nikmat, dan ihsan dari Allah SWT.
2.
Masuk sorga dan jauh dari neraka
Secara khusus
disebut oleh Rasulullah saw bahwa sesudah beberapa amalan pokok, silaturrahim
dapat mengantarkan seseorang ke sorga dan menjauhkannya dari neraka:
Diriwayatkan oleh
Abu Ayyub Khalid ibn Zaid al-Anshari ra, bahwa seseorang bertanya kepada
Rasulullah saw: “Ya Rasulullah tunjukkan kepadaku amalan yang dapat memasukkan
aku ke sorga dan menjauhkan aku dari api neraka. “Nabi menjawab: “Yaitu
apabila) engkau menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun, mendirikan shalat, membayar zakat dan melakukan silaturrahim.” (H.
Muttafaqun ‘Alaihi)
3.
Lapang rezeki dan panjang umur
Dilapangkan rezki
dapat dipahami secara obyektif, Karena salah satu modal untuk mendapatkan rezeki
adalah hubungan baik dengan sesama manusia. Logikanya, seorang yang tidak mampu
membina hubungan baik dengan karib kerabatnya sendiri, bagaimana bisa dipercaya
dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas. Dari konteks inilah
kita dapat memahami hadits rasulullah saw di atas.
Sedangkan panjang
umur bisa dalam pengertian yang sebenarnya yaitu ditambah umurnya dari yang
sudah ditentukan atau dalam pengertian simbolis, menunjukan umur yang mendapat
taufiq dari Allah sehingga berkah dan bermanfaat bagi umat manusia sehingga
namanya abadi, dikenang sampai waktu yang lama. Tetapi kalau seseorang tidak
mempunyai hubungan yang baik sesama hidupnya dan tidak pula punya jasa yang
patut dekenang, belum lama meninggal dunia dia sudah dilupakan. Bahkan ada yang
dikira sudah meninggal padahal masih hidup.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhlak
dapat menentukan perilaku suatu umat yang terwujud dalam moral dan etika dalam
kehidupan. Sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk,
sehingga manusia dapat menentukan pilihan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam
islam akhlak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi pedoman hidup
kaum. Maka dari itu umat islam selama masih berpegangan pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah dalam proses kehidupannya, maka dijamin bahwa kualiatas hidup suatu
umat akan baik, terhindar dari hal-hal menyesatkan yang dapat membawa pada
kehancuran baik di dunia dan di akhirat. Karena semua tatanan kehidupan
terdapat dalam sumber tersebut.
Dengan kata
lain, akhlak
adalah suatu sistem yang mengatur perbuatan manusia baik secara individu,
kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan baik secara
individu, kumpulan dan masyarakat dalam interaksi hidup antara manusia dengan
Allah, manusia sesama manusia, manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan
jin dan juga dengan alam sekitar. Maka dari itu
pentingnya suatu kaum memiliki akhlak yang bersumber dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
·
Ilyas, Yunahar. (2011). Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI UMY
·
http://quran.com/105
Langganan:
Postingan (Atom)